Kota Bogor

Kongkow Bareng Pemuda Lintas Iman Bogor

NETIZEN-BOGOR-KITA.com – Gusdurian Bogor bersama Imparsial menyelenggarakan acara Kongkow Bareng Pemuda Lintas Iman di Aula PPIB Jl. Pajajaran Kota Bogor pada hari Selasa, 3 September 2019. Dimulai dengan menyanyikan bersama lagu Indonesia Raya, acara ini bertujuan membangun penggerak toleransi & perdamaian di kota Bogor dengan belajar dari kota-kota lain melalui sharing dari Paritas Institute yang telah dan sedang mengadakan pendampingan di 16 kota di Indonesia.

Trisno Sutanto dari Paritas Institute mengungkapkan bahwa terpecahnya masyarakat pada Kasus Ahok yang berlanjut pada Pilpres 2019, pula ditunjang oleh hasil riset Demos (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi) menunjukkan nation building yang gagal dengan indikasi berupa ikatan primordial yang lebih kuat ketimbang ikatan kebangsaan. Bahwa negara kita ialah negara yang amat beragam namun tiap kelompok masyarakat hidup nyaman dalam kelompoknya masing-masing bagaikan kepompong. Namun sebenarnya kelompok-kelompok masyarakat yang terpecah belah ini punya kerinduan yang tinggi untuk hidup berinteraksi lebih melebur dalam harmoni, hanya saja memang forum-forum harmoni tersebut makin langka ditemukan bahkan dalam ruang dan institusi publik sekalipun. Trisno juga menyorot peran media sosial yang belum dimain-kan secara optimal. Sementara “pihak sana” memainkan narasi-narasi yang merangsang ketakutan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), kita sendiri masih diragukan militansinya untuk melakukan perlawanan terhadap hal tersebut.

Baca juga  Forum Temu Kebangsaan Orang Muda Gelar Deklarasi Jaga NKRI

Woro Wahyuningtyas (Paritas Institute) mengisahkan orangtuanya yang nasrani, namun kini ia membesarkan keluarganya di lingkungan penduduk muslim dimana putrinya juga dekat dengan kawan-kawan muslim dengan segala ritualnya. Hal tersebut meningkatkan interaksi anak-anak yang berbeda agama ini tanpa saling curiga. Ini membawa kesimpulan pentingnya interaksi sejak dini antar kelompok dalam masyarakat.

Muhammad Miqdar (Paritas Institute) menjelaskan betapa sulitnya tranformasi yang dialaminya sendiri sebagai fundamentalis yang lahir di lingkungan muslim tulen, lalu menempuh berbagai proses pendidikan hingga sarjana di pendidikan Islam, hingga berjumpa dan aktif dalam Komunitas Lingkar Muda asuhan Romo Mangunwijaya di Yogyakarta. Dari banyak pengalamannya di medan konflik dimana masyarakat hidup homogen dalam kelompoknya masing-masing dengan rasa kecurigaan yang tinggi terhadap kelompok lain, ia menekankan pentingnya para penggerak perdamaian untuk berpikir imajinatif mencari konektor (penghubung) yang menjembatani (bridging) kelompok-kelompok masyarakat yang berkonflik. Amat penting dilakukan riset berdasarkan kearifan lokal untuk mencari tahu kepentingan bersama yang bisa diangkat dan menjadi ruang-ruang perjumpaan bagi kelompok yang berbeda. Kepentingan bersama ini dapat mengambil banyak bentuk kehidupan, mulai dari pertanian, koperasi, hingga minat bersama seperti olahraga. Muhammad Miqdar juga menekankan pentingnya merebut otoritas keagamaan di berbagai tingkat dan lingkup masyarakat karena masyarakat kita amat mudah dipengaruhi oleh narasi bernuansa agama.

Baca juga  Jemput Bola, Kelurahan Cimahpar Maksimalkan Vaksinasi Untuk Lansia

Sementara itu Direktur Paritas Institute Penrad Siagian menyarankan dikuranginya kegiatan yang berbentuk dialog dan lebih memperbanyak kegiatan fisik seperti camping pemuda, dimana disitu juga bisa sambil dibicarakan peluang apa yang yang bisa digali untuk merancang kegiatan lain yang lebih efektif. Dan hal ini bisa lebih banyak dilakukan di Bogor sehingga Bogor berkembang menjadi pusat persemaian semangat toleransi kebangsaan.

Acara berlanjut dengan sesi sharing dan tanya jawab dari peserta, dimana hadir 18 pemuda lintas iman dari Gusdurian Bogor, Formula dan PMII, selain 4 orang narsum dari Paritas Institute, 3 orang dari Imparsial dan 1 dari The Asia Foundation.

Alexsandra dari Forum Muda Lintas Agama (Formula) Bogor mengisahkan pengalamannya menempuh pendidikan di sekolah negeri namun banyak praktek belajar mengajar tertentu yang khusus ditujukan bagi pemeluk agama mayoritas, sehingga menyisakan banyak waktu kosong bagi pemeluk agama lain seperti dirinya. Sementara Faizee (Formula) yang muslimah menceritakan pengalamannya bersahabat dengan seorang Katolik yang mendapat banyak celaan dari masyarakat sedemikian rupa yang memaksa kawannya itu untuk pindah rumah dan sekolah. Reginal Capah (Gusdurian Bogor) antara lain mengkritisi banyaknya diskusi kebangsaan seperti ini sebelumnya namun masih belum terasa dampak positif yang signifikan, dan berharap ada bentuk kegiatan yang terbukti efektif membawa manfaat. Sementara Ali Umbara (Gusdurian Bogor) menyarankan lebih banyaknya kegiatan bertema toleransi kebangsaan di tingkat desa dan kecamatan, karena wilayah desa lah yang menjadi sasaran paling empuk penyebaran paham-paham intoleran.

Baca juga  Jaringan Gusdurian Tidak Ikut Politik Praktis

Menanggapi sharing dan pertanyaan, Ahsan Jamed dari The Asia Foundation mengusulkan kegiatan camping pemuda (youth camp) yang terbukti efektif dalam merekatkan hubungan sosial, juga kegiatan perjalanan kereta bersama saat para peserta lintas iman berada dalam satu gerbong dan mengadakan berbagai variasi kegiatan yang mencairkan hubungan sosial. Menjadi tantangan bagi panitia penyelenggara untuk agar kreatif merancang kegiatan tersebut agar membawa dampak yang diharapkan.

Di bagian akhir, Ghufron Mabruri dari Imparsial menanggapi sharing dari banyak narasumber dan peserta menjanjikan bahwa acara-acara lintas iman seperti ini akan terus diadakan ke depannya dalam berbagai bentuknya, sambil terus menantang para penggerak toleransi untuk terus berupaya mencari cara-cara yang efektif dalam menjembatani kelompok-kelompok masyarakat yang hidup terpisah dalam sekatnya masing-masing. [] Admin / Penulis – Buce (Penggerak Gusdurian Bogor)

1 Comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top