BOGOR-KITA.com – Ombudsman Jakarta Raya yang menangani sengketa air PDAM antara warga Sentul City versus Pemkab Bogor tampaknya mulai memperoleh titik terang.
Sengkarut tarif air antara warga dengan pengembang, ditengarai oleh Ombudsman dilatarbelakangi oleh belum adanya penyerahan aset prasarana, sarana dan utiliti (PSU) dari Pengembang Sentul City kepada Pemkab Bogor.
“Ombudsman menilai belum adanya penyerahan aset PSU menjadi biang kerok pengelolaan air bersih dan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Lingkungan (BPPL),” kata Ketua Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho saat berdialog dengan warga Sentul City di Kantor Ombudsman Jakarta Raya, di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
“Pengelolaan air itu sendiri menyalahi aturan karena Sentul City ini kan aset yang bisa menguntungkan Pemerintah Kabupaten Bogor jika dikelola oleh PDAM tapi PDAM malah menjual airnya kepada PT Sentul dan PT Sentul menjualnya kepada warga,” papar Teguh Nugroho.
Menurut Komite Warga, sebagian klaster di Sentul City telah selesai dibangun sejak 1995. Namun setelah 23 tahun, belum satu pun klaster yang aset fasilitas umum dan sosialnya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten.
PT Sentul City Tbk, pengembang Sentul City, kerap beralasan bahwa pembangunan kawasan seluas 3.000 hektare itu belum sepenuhnya tuntas, padahal Permendagri membuka kemungkinan penyerahan aset PSU secara parsial.
“Pemerintah Kabupaten Bogor tak serius mengambil aset-aset yang seharusnya menjadi milik mereka sesuai Permendagri. Nah, akibat aset dikelola pengembang, warga pun harus menikmati fasilitas umum dan sosial dengan harga yang mahal,” kata Teguh seraya menambahkan belum diserahkannya aset PSU dari PT Sentul kepada Pemerintah Kabupaten Bogor.
Dalam pemeriksaan Ombudsman, menurut Teguh, PDAM Tirta Kahuripan melaporkan sudah ada sebagian aset jaringan pipa air bersih di Sentul City yang telah diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor. Namun, proses penyerahan tersebut kemudian terantuk masalah.
Kasus ini melebar ke perumahan lain di Kabupaten Bogor karena menurut Teguh Nugroho, bukan hanya satu perumahan, bukan cuma Sentul City, tapi ada banyak perumahan yang belum menyerahkan aset PSU kepada Pemerintah Kabupaten Bogor.
Karena itu, imbuhnya, pekan depan, Ombudsman akan memanggil Bupati Bogor Nurhayanti.
Teguh menegaskan, dalam hal penyeharan aset PSU, pemerintah daerah mau tak mau memang harus aktif dan tak bisa mengandalkan niat baik pengembang. “Masak negara kalah oleh pengembang,” ujarnya.
“Pemerintah daerah lain bisa kok tidak berlama-lama karena mereka aktif, dan kenapa Pemerintah Kabupaten Bogor tidak bisa?” tambahnya.
Teguh menyebut dugaan malaadministrasi yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor adalah pembiaran. Pembiaran jugalah yang menyebabkan Sentul City bisa mengaitkan pembiayaan pengelolaan air bersih dengan BPPL, sehingga warga yang tak membayar BPPL mendapatkan sanksi pemutusan sambungan air.
“Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi,” jelas Teguh.
Ombudsman Jakarta Raya, imbuh Teguh, akan menerbitkan laporan akhir hasil pemeriksaan. Laporan akan memerinci tindakan korektif apa saja yang harus ditempuh oleh setiap pihak, terutama Pemerintah Kabupaten. “Tindakan kolektif itu harus dijalankan. Kalau tindakan kolektif tak dijalankan, Ombudsman Jakarta Raya akan melimpahkan laporan kepada Ombudsman pusat, agar diterbitkan rekomendasi. Kalau rekomendasi tetap tidak dijalankan, maka terlapor, seperti Dinas Perumahan dan PDAM, harus mendapatkan sanksi dari Bupati. Kalau Bupati yang kemudian lalai, maka kami bakal meminta Kementerian Dalam Negeri untuk memberi sanksi kepada Bupati, dan sanksinya bisa sampai pemberhentian,” seperti diberitakan sebuah media online. [] BK-1