BOGOR-KITA.com, BOGOR – GMNI Bogor menilai RUU Omnibuslaw disusun tidak demokratis, pasalnya dalam penyusunannya hanya melibatkan kalangan elit penguasa tanpa diikut sertakannya masyarakat secara umum, padahal RUU tersebut dinilai sangat berdampak pada kepentingan banyak pihak, terutama masyarakat petani dan buruh.
“Kami menilai proses pembuatan kebijakan ini tidak sesuai alurnya, terlalu terburu-buru dalam meringkas berbagai kebijakan menjadi satu payung hukum, tidak transparan dan tidak melibatkan masyarakat dalam pembuatanya,”ungkap ketua GMNI Cabang Bogor Fera Priyatna dalam keterangan pers diterima BOGOR-KITA.com, Selasa (18/2/2020).
Pemerintah berdalih RUU ini akan meningkatkan pertumbuhan investasi, sehingga akan membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, GMNI Bogor menilai narasi itu mengabaikan dampak lain dari peningkatan investasi tersebut.
Terdapat banyak pasal yang akan mempermudah investasi sumberdaya alam secara besar-besaran sehingga akan memunculkan ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan.
“Pemerintah menganggap investasi dengan mudah dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, tetapi melupakan dampak sosial dan kerusakan lingkungan. Kita menyadari selama jalan mempermudah investasi justru melegitimasi para oknum ekonomi untuk memeras rakyat,” ungkap Fera.
Lebih lanjut disebutkan, banyak wewenang pemerintah daerah yang diambil oleh pemerintah pusat akan merusak demokrasi dan menumbuhkah rezim yang otoriter.
Pemerintah pusat memiliki wewenang penuh untuk memberikan izin usaha kepada para pemodal yang biasanya akan merampas tanah rakyat kecil. Hal itu kata Fera akan membuat masyarakat akan semakin dirugikan.
“Kebijakan ini akan semakin memiskinkan petani dan buruh. Terlebih lagi di saat ini banyak sekali izin ekstraksi sumberdaya yang tumpang tindih dan bermasalah di perizinan. Hal ini akan mempermudah pemodal mengambil tanah petani.” ungkapnya. [] Hari