Hukum dan Politik

Tersangka SS Beberkan Aliran Uang Suap Izin Hotel Art Marriot

BOGOR-KITA.com – Nama SS bukan nama  top di Kota Bogor. Nama pejabat di BPLH Kota Bogor, yang sudah ditetapkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor jadi tersangka dalam kasus suap izin  Hotel Arft Merriot ini, juga tidak pernah terdengar sebagai salah satu oknum dalam jaringan mafia perizinan di Kota Bogor. Tetapi nama SS mencuri perhatian karena berani membeberkan siapa-siapa saja pejabat Kota Bogor yang menerima aliran uang suap itu.

Dalam satu pertemuan dengan sejumlah wartawan di sebuah restoran tidak jauh dari lokasi Hotel Art Merriot yang bakal dibangun, Jumat (7/11) lalu, SS juga membeberkan bagaimana Iwan Hernawan dari Bagian Hukum Pemkot Bogor memintanya agar tidak menyebut nama Walikota Bogor Diani Budiarto yang menerima Rp100 juta. Berikut adalah pengkuaan blak-blakan SS yang sejak jadi tersangka, mengaku menerima sejumlah teror termasuk kepada keluarganya.

Diani, Hari, Faoki

Dalam pertemuan dengan sejumlah wartawan Jumat pekan lalu itu, SS terutama mengungkapkan proses ia tidak menyebut nama Diani Budiarto kepada penyidik. SS menceritakan, ketika itu ia dipanggil oleh Polda Jabar untuk diperiksa. Ia berangkat dengan didampingi oleh bagian hukum Pemot Bogor  Iwan Hernawan.

Dalam perjalanan menuju Bandung, Iwan meminta SS tidak menyebut kepada penyidik bahwa Diani Budiarto ikut menerima aliran uang suap sebesar Rp100 juta. Iwan, menyarankan SS untuk mengatakan bahwa uang  itu dipakai oleh dirinya sendiri. “Saat di perjalanan menuju ke Polda Jabar, Iwan ngomong dan menekan saya supaya tidak berbicara atau mengungkapkan perihal uang Rp100 juta yang diberikan kepada Pak Diani. Saya disuruh mengatakan bahwa uang itu digunakan dan dipakai oleh saya pribadi. Saya menuruti permintaan Iwan, karena menjanjikan kasus yang menimpanya akan terselesaikan,” ujar SS.

Baca juga  Pertama Kalinya, Kampung Lansia Direncanakan Dibangun di Kota Bogor

Belakangan imbuh SS, dirinya baru menyadari, Iwan menjebaknya. Terkait asal uang, SS mengatakan, saat itu ia ketitpan uang dari tersangka TS (Staf Kesbangpol Kota Bogor) sebesar Rp200 juta. “Uang itu yang dibagi-bagi termasuk kepada  Diani,” kata SS. Jadi, kata SS, uang Rp200 juta itu dibagi-bagi, Rp100 juta kepada Diani Budiarto, Rp10 juta kepada tersangka TS sebagai komisi, Rp25 juta kepada oknum di Bappeda, Rp40 juta untuk pembuatan amdal lalin, sisanya untuk membuat UPK/UPL oleh pihak konsultan.

“Jadi sebenarnya saya tidak menerima uang sepeserpun, saya hanya bertugas sebagai pengantar uang dan pembagi uang,” kata SS.

Selain uang Rp200 juta, SS juga menduga masih ada uang lain, yakni Rp250 juta. Uang ini, tutur SS, diduga  mengalir kepada Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor Hari Sutjahjo, untuk mengurus Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) Hotel Art Marriot itu. Namun, menurut SS, uang itu sudah dikembalikan melalui stafnya. Mantan Ketua DPRD Kota Bogor Mufti Faoqi, menurut SS juga ikut menikmati uang suap yang digelontorkan bos hotel tersebut. Hanya saja, SS mengatakan tidak tau berapa dan mengapa Faoqi  mendapat bagian dari total uang suap sebesar Rp1,2 miliar.

Baca juga  Usmar Berharap Satgas Anti Narkoba Kota Bogor Bekerja Maksimal

Berawal dari TS

Kasus itu sendiri, jelas SS, berawal saat dirinya menjabat sebagai Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup di Bappeda Kota Bogor. Pada Oktober 2013, ia didatangi pria bernama TS yang bekerja sebagai PNS di Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Kota Bogor. TS menanyakan informasi bagaimana proses pembuatan IPPT untuk pembangunan hotel. Toto mengaku mendapatkan surat kuasa dari seorang pria yang disebut-sebut bernama Ustadz Deden yang ia tak kenal sosoknya. TS meminta SS membantu proses perizinan bangunan hotel di Jalan Ahmad Yani, Kota Bogor. SS kemudian menjelaskan seluruh alur proses pengurusan izin yang mengacu kepada Perda 8 Tahun 2010 Tentang RT RW Kota Bogor. “Saya minta TS menanyakan dulu ke Wasbangkim Kota Bogor, apakah tempat tersebut sudah sesuai dengan peruntukannya atau belum. Namun, TS malah membawa-bawa nama Diani Budiarto yang saat itu Walikota Bogor,” kata SS.

Meski begitu SS mencoba menjelaskan, dan minta TS tidak melaporkan hal tersebut ke walikota. “Jangan bilang dulu, yang penting cek dulu apakah sudah sesuai dengan peruntukannya, karena itu menjadi tupoksi saya,” ungkap dia.

Baca juga  Fatah: Ketidakharmonisan Pemkot dan DPRD Karena Sekda Kurang Lihai

Seminggu kemudian, SS dipanggil Walikota Bogor Diani Budiarto. SS mengaku memberanikan diri menanyakan langsung apakah walikota kenal dengan sosok TS. “Pak Wali bilang kenal. Pak Wali juag bilang masalah ini sudah dikoordinasikan dengan Ketua DPRD juga,” aku SS. 

Pertemuan SS dengan Diani kemudian disampaikan kepada Hari Sutjahjo. Hari pun langsung memerintahkan SS untuk mengecek lokasi apakah sudah sesuai dengan rencana tata ruang atau tidak. “Pemohon disuruh mengajukan surat permohonan informasi peruntukan ruang yang dikirim ke Bappeda,” kata SS.

Bukti Mafia Perizinan

Aktivis hukum dan hak azasi manusia (HAM) juga juga pendiri Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) Sugeng Teguh Santoso mengapresiasi Kejari yang telah menetapkan dua tersangka. Sugeng mengimbau Kejari aga menjadikan kasus ini sebagai titik awal membongkar mafia perizinan lama yang ada di Kota Bogor.

“Kasus SS dan TS adalah fenomena puncak gunung es terkait isu mafia perizinan di Kota Bogor. Kejari harus membongkar kasus tersebut hingga ke akar-akarnya,” kata Sugeng, Minggu (10/11).

Sugeng yang juga Wakil Ketua Umum Persatuan Advokad Indonesia (peradi) mengatakan, kasus sekaligus membantah pernyataan tidak ada mafia perizinan di Kota Bogor. “Kasus yang dialami tersangka SS dan ST ini merupakan pembuktian bahwa ada mafia perizinan ada dan nyata ada di Kota Bogor,” ucapnya.[] Harian PAKAR/Admin

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top