Hukum dan Politik

Setahun Bima-Usmar, LBH KBR: Realisasi 6 Program Prioritas Jauh dari Memuaskan

Prasetyo Utomo

BOGOR-KITA.com – Tanggal 7 April 2015 mendatang, genap setahun kepemimpinan Walikota Bogor Bima Arya dan Wakil Wakil Walikota Usmar Hariman. 

Perubahan apa saja yang telah terjadi setelah setahun kepemimpinan Bima – Usmar? “Dalam catatan kami, kinerja Bima-Usmar, diukur dari realiasi enam program prioritas , masih jauh dari memuaskan,” kata Direktur Eksekutif  Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) dalam siaran pers yang diterima BOGOR-KITA.com, Rabu (1/4/2015).

Berikut selengkapnya.

Pasca dilantik pada 7 April 2014 lalu, kinerja kepemimpinan Bima-Usmar, patut dievaluasi. Evaluasi satu tahun menjadi penting, sebab tanpa evaluasi, tidak ada kontrol terhadap program kerja Bima Arya.Ruang evaluasi ini juga merupakan hak setiap orang dalam rangka mendorong terselenggaranya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and governance). Sejalan dengan itu, evaluasi terhadap kinerja pemerintah ialah sebuah keniscayaan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, dalam hal ini warga Kota Bogor.

Setidaknya, ada 6 skala prioritas dalam program kerja Bima-Usmar  sebagaimana juga pernah disampaikan dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2014 dan Menyongsong Tahun 2015 untuk Mewujudkan Masyarakat yang Maju, Sejahtera dan Berkeadilan di Kantor RRI Kota Bogor (29/12/2014). Keenam program prioritas itu adalah (1) Transportasi, (2) Pedagang Kaki Lima, (3) Persampahan, (4) Perizinan, (5) Kemiskinan, (6) Reformasi Birokrasi.

Baca juga  Tidak Ada Rujukan Hukum Tilang Bagi Pejalan Kaki

Keberhasilan keenam program itu harus diukur dengan menggunakan pendekatan empiris dan tingkat kepuasan masyarakat Kota Bogor. Berdasarkan catatan LBHKBR selama satu tahun Bima-Usmar, ke-enam program kerja tersebut belum mampu memuaskan warga Kota Bogor (kalau tidak dikatakan gagal).

Pertama dari sisi transportasi. Secara faktual kemacetan masih menjadi keluhan warga. Gagalnya pemkot mengurai beberapa titik kemacetan bahkan sempat membuat Kota Bogor mendapat julukan sebagai “Kota Termacet”.

Kedua, upaya relokasi pedagang kaki lima (PKL), seperti eks PKL MA Salmun di belakang Pasar Jambu Dua, masih menuai pro dan kontra. Sebabnya, kebijakan relokasi eks PKL MA Salmun tersebut tidak akomodatif dan representatif. Bahkan, lahan yang dibeli oleh Pemkot Bogor yang diperuntukkan sebagai tempat relokasi tersebut, nyaris berakhir dengan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Kota Bogor. Kini, sengkarut pembelian lahan oleh Pemkot Bogor itu, sedang diproses secara hukum oleh pihak yang berwenang.

Baca juga  Bima - Usmar Jadi Dua?

Ketiga, terkait pengelolaan sampah. Salah satu TPAS Kota Bogor, yakni di daerah Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil pemantauan dan advokasi LBHKBR, pengelolaan sampah di TPAS Galuga, tidak mencerminkan pengelolaan sampah yang baik dan benar sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Akibatnya, banyak warga yang terkena dampak buruk,  baik langsung maupun tidak langsung karena mekanisme penerapan open dumping – pembuangan sampah di tanah lapang.

Keempat, Keengganan Bima-Usmarmelaksanakan Putusan Perdamaian No 40/Pdt.G/2014/PN.Bgr, agar Pemkot Bogor membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) dalam kasus Hotel Amaroossa, menunjukkan inkonsitensi Bima-Usmardalam membangun Kota Bogor serta cermin ketidakpatuhan terhadap hukum. Bagaimana mungkin, putusan perdamaian yang berisi kesepakatan tidak dilaksanakan oleh pejabat publik yang seharusnya menjadi teladan? Ini Ironis!

Kelima, masalah kemiskinan. Kemiskinan erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan primer dimana terpenuhinya kebutuhan sandang dan pangan. Disini, peran Pemkot Bogor untuk menciptakan lapangan kerja sangat penting. Namun perlu menjadi catatan, bahwa lapangan kerja harus memanusiakan manusia. Tampaknya, persoalan memanusiakan manusia dalam lapangan kerja di Kota Bogor masih menjadi persoalan.

Baca juga  Rampas Kamera TV7, Forum Wartawan Harian Bogor Kecam RS Ciawi

Keenam, berkaitan dengan reformasi birokrasi. Mutasi, rotasi dan promosi yang pernah diwacanakan dan dilakukan, tidak menghasilkan output yang baik.

Merujuk pada beberapa catatan di atas, LBHKBR merasa perlu mendorong Pemkot Bogor di bawah kepemimpinan Bima-Usmar, agar keenam program kerja yang menjadi skala prioritas tersebut harus didorong aplikatif dan solutif dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

1.      Segera lakukan reformasi birokrasi dengan cara melakukan evaluasi bukan hanya berbasis kinerja melainkan juga berbasis pada track record secara dan dilaklukan secara transparan sejak dari proses awal sampai akhir.

2.      Segera melakukan penindakan terhadap pelanggaran hukum yang sudah dilakukan oleh beberapa pihak atas hasil penelitian dan investigasi dari tim internal yang dibentuk melalui sprint, dan diumumkan secara terbukalangkah-langkah yang diambildan yang sudah diambil sebagai wujud pertanggung jawaban public;

3.      Segera cek dan ricek pelaksanaan beberapa program kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor terkait pengelolaan sampah, khususnya di TPAS Galuga pasca audiensi di Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor tertanggal 2 Maret 2015.[] Admin

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top