Kota Bogor

Percepat Distribusi Obat, Kemenkes Lakukan Desentralisasi logistik ARV

BOGOR-KITA.com – Untuk memangkas waktu pengiriman obat Anti Retroviral (ARV) bagi penderita HIV/AIDS, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan Desentralisasi logistik ARV kepada tiga provinsi di Indonesia yang dianggap mampu dari segi SDM dan infrastruktur yakni Bali, Papua dan Jawa Barat. Kota Bogor menjadi kota pertama di Jawa Barat yang melaksanakan Desentralisasi logistik obat ARV.

Salah Staf Subdit HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Kemenkes mengatakan, Desentralisasi ini merupakan kewenangan pendistribusian yang sudah dimulai tahun 2015. Pada awalnya distribusi obat ARV hanya dilakukan Pemerintah Pusat (Kemenkes) langsung ke Pusat Kesehatan di kota/kabupaten, kemudian diubah dari Pusat ke Provinsi. Saat ini distribusinya dari Provinsi langsung ke kota/kabupaten di tiga provinsi yang menjadi pilot project.

Baca juga  BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Santunan Kepada Ahli Waris Sopir Angkot di Kota Bogor

“Ketersedian obat ARV ini akan dikelola Dinas Kesehatan (Dinkes), tujuannya agar pengelolaan obat lebih efisien dan ketersediaan obat bagi pasein terlayani dengan baik,” ujarnya saat ditemui usai workshop pelaksanaan Desentralisasi Logistik Obat ARV Kota Bogor di Ruang Rapat I, Bappeda Kota Bogor, Rabu (19/4/2017) .

Ditempat yang sama, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor Ade Sarip Hidayat menambahkan, tercatat jumlah penderita HIV sejak tahun 2015 hingga Maret 2017 di Kota Bogor mencapai 3.811 orang. Ade menyebut permasalahan masih adanya kasus baru HIV setiap tahunnya karena ada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang meninggal, masih tingginya stigma terhadap ODHA di masyarakat serta masih rendahnya angka ODHA on ARV.

Baca juga  Dinas PUPR Lakukan Percepatan RDTR di 3 WP

“Tercatat jumlah ODHA on ARV per Maret 2017 di RSUD Kota Bogor ada dua orang dan RS Marzoeki Mahdi (RSMM) sebanyak 715 orang padahal obatnya gratis,” terangnya.

Ade menuturkan, hal yang perlu dilakukan demi mengurangi epidemi HIV ini yakni peningkatan kualitas layanan terhadap HIV/AIDS melalui perluasan layanan terhadap perawatan dukungan dan pengobatan. Hal lainnya yang terpenting dari desentralisasi ini yakni adanya pengawasan dan evaluasi layanan.

“Kedepan kalau bisa sampai di level puskesmas agar tidak sulit mencari obat ini sehingga mampu meminimalisir penularan penyakit ini,” pungkasnya. [] Admin

Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

To Top