BOGOR-KITA.com – Pembangunan di Bogor dimulai sejak Van Imhoff membeli sebidang tanah Kampung Baru dan menamakannya Buitenzorg. Pada kelanjutannya, sebidang tanah dan bangunan yang sekarang disebut Istana Bogor ini secara status dimiliki oleh Gubernur Jenderal selama masa jabatannya (ex officio). Sedangkan tanah-tanah di sekitarnya, pada jaman Daendels (1811-1816), dijadikan tanah-tanah partikelir yang diperjualbelikan maupun disewakan sehingga hampir seluruh tanah di kawasan ini dimiliki swasta.
Tanah-tanah ini diatur oleh demang atau mandur (overseers) yang ditunjuk oleh pemiliknya dengan tetap diawasi oleh pemerintah. Sistem partikelir ini didukung oleh tidak adanya kekuasan priyayi lokal maupun struktur kekuasaan pribumi yang kuat seperti yang terdapat di daerah lain.
Pada fase embrio ini, Bogor dibentuk seakan-akan pulau-pulau kecil yang digabungkan oleh sebuah pusat, yakni Vila Buitenzorg. Dengan penataan aksis dan lingkungan pendukungnya (dibangun pada 1799), Vila Buitenzorg timbul sebagai monumen yang tidak tersaingi pada radius yang cukup luas di daerah Priangan pada masa ini
Bentuk vila ini sendiri telah berubah beberapa kali sesuai dengan suksesi kepemimpinan gubernur-jenderal. Jacob Mossel membangun kembali vila ini sebagai sebuah istana pada kurun 1759-1761. Van Alting (1780) memutuskan untuk menjadikan istana ini sebagai kantor resmi Gubernur-Jenderal VOC.
Tempat ini menjadi lebih penting setelah Algemeene Secretarie (Sekretaris Jenderal) ditempatkan di situ (1888), hingga pada akhirnya dijadikan Istana Kepresidenan RI setelah Indonesia merdeka. Kebun Raya Bogor sendiri pada awalnya berfungsi sebagai “backyard” dari Istana Bogor, sebelum pada akhirnya diresmukan sebagai Kebun Raya Bogor (“Hortus Botanicus Bogoriensis”) pada 1887 oleh Prof. Dr. C.G.C. Reinwardt, seorang botanis Jerman.
Bangunan-bangunan yang menampung fungsi-fungsi penting (Kota Bogor maupun Hindia Belanda) bermunculan. Selain Istana Bogor yang ditempati oleh Gubernur Jenderal dan Sekretaris Jenderal, fungsi-fungsi birokrasi lain ditempatkan di sekelilingnya. Juga halnya dengan fasilitas lain seperti Gereja Katedral, sekolah-sekolah, kantor Residen, dan hotel-hotel (misalnya Hotel Binnenhof; sekarang Hotel Salak).
Hotel Bellevue, yang terletak menghadap Gunung Salak (sekarang Bioskop Ramayana), merupakan hotel yang sangat terkemuka saat itu. Dikembangkannya Bogor (dan Kebun Raya-nya) sebagai pusat penelitian tanaman menjadikan Bogor subur akan lembaga-lembaga penelitian pertanian dan perhutanan sehingga Bogor juga menyimpan sejumlah koleksi bangunan perkantoran modern awal abad ke-20 yang masih terpelihara cukup baik. [] Admin/dari berbagai sumber